Menyamakan Logika
'Kamu pernah gak sih, muak akan angan-angan?'
'... Maksutnya?'
'Iya.. Bosan menyadarkan diri akan penerimaan. Muak akan harapan yang tiba-tiba saja memenuhi seisi kepala. Dan jika tiba-tiba ia ada, kamu langsung menolaknya. Pernah?'
'... Kalau begitu, perjuangkan'
'....'
'Kenapa? Mana bisa kamu tau ini berhasil atau enggak, kalo gak kamu coba?'
'Ran.. Aku lelah dengan kekecewaan'
'Kalau begitu, jangan berani berharap. Sederhana kan?'
Andai bisa sesederhana itu.
Andai tiap hadirmu tidak menciptakan warna-warna baru. Pasti bisa sesederhana itu.
Kita lewati malam dengan secangkir ketenangan, setelah itu. Ditemani alunan merdu yang dimainkan oleh indahnya masa lalu.
Kurangkai kembali sentuhan yang mulai layu.
Kau terpaku. Mengernyitkan dahi, lalu menatapku jauh-jauh.
Menjelang fajar. Aku ingat betul, kau mengecup pipi sebelah kiri ku. Sembari berlalu, kau bilang, kita harus menjauh. Sebelum kita kembali jadi asing seperti dulu.
Comments
Post a Comment