Puncak Tidak Pernah Pindah


Belakangan terakhir, Agni. Teman kerjaku sedang sibuk menyendiri akibat rumor tidak sedap yang beredar di kantor.

*

Sebagai teman kerja sekaligus teman sekosan dia, tentu aku menyikapinya biasa-biasa. "Persetan dengan omongan orang-orang itu.."
Begitu ucapku ketika kita sedang sibuk maen game lalu muncul pesan dari group whatsapp kantor yang tidak menyenangkan. Agni hanya mengangguk. Aku tahu benar betapa kusutnya ia beberapa minggu ini.
Masalah kantor? Hanya remah-remah yang tidak ada rasanya. Begitu jawabnya.

Beberapa bulan sebelum hari ini. Sebelum tiba-tiba seisi semesta mendadak meledak di hidupnya? Ia nyaris bahagia.
Kekasihnya, yang sudah ia pacari selama kurang lebih 4 tahun. Menyuntingnya menjadi pendamping hidup. Rian namanya. Aku pun tak begitu dalam mengenalnya. Basa-basi ala kadarnya, lalu berlalu masuk kamar tiap kali ia singgah ke kosan.

Menurut Agni, Rian baik ( ya, tentu saja ). Ia kenal semasa Agni sedang Kuliah lalu jatuh cinta. Selepas kuliah, ia meneruskan usaha keluarganya, which is, ia tak begitu repot dalam hal mencari uang sebenarnya.

Sampai ketika beberapa minggu sebelum mereka sah berumah tangga. Kejadian yang sama sekali tak pernah mereka duga, muncul begitu saja.
Video serta foto intim mereka tersebar luas entah dari mana.

Aku menduga, Rian yang menyebarkannya.

Kenapa tidak? Sebelum aib ini tersebar. Beberapa hari sebelumnya mereka sempat bertengkar hebat. Sampai-sampai para penghuni kosan lainnya ikutan melerai. Termasuk aku.
Entah apa masalahnya, karna aku tak ingin menanyakannya juga ke Agni. Tapi yang kupahami ini berat. Sebab terdengar kalimat "putus" yang berulang kali Agni lontarkan ketika siang itu.

Keluarga yang mengetahui soal Aib itu tentu geram. Keluarga Agni tentunya. Mereka marah hebat setelah kepercayaan yang mereka beri dikhianati. Keluarga Rian? Entahlah. Aku kurang paham. Sebab Agni tak pernah menceritakannya.
Yang kutahu setelah pertemuan besar itu, pernikahan mereka batal.

**

Perihal ini lah yang membuat keadaan kantor makin tidak karuan. Beberapa rekan kerja pria, saling sibuk silih berganti menggodanya. Dan para wanitanya? Akh! Kalian paham lah, bagaimana attitude wanita dalam hal beghibah. Iya kan?

Beberapa malam yang lalu, Agni sempat cerita ia ingin pindah. Yogyakarta. Kota penuh cerita itu menjadi tujuan berikutnya. Mendengar itu aku hanya diam. Aku bingung serta tidak tahu kalimat yang pas untuk menjawabnya.
Tadinya, ia hanya berniat liburan saja ke sana. Namun setelah beberapa saat, ia merubah pikirannya.

"Tempatnya tenang kelihatannya. Jauh dari bising klakson kendaraan, macet, serta hal-hal buruk yang ada di Jakarta" begitu ujarnya sewaktu kita menyantap angkringan tidak jauh dari kos-kosan kita.

"Apapun .. apa saja yang kau senangi, aku pasti mendukungnya. Dan nanti, jika tiba-tiba kau rindu denganku? Kau tahu harus cari aku kemana kan?" Ujarku terkekeh.

Malam semakin dini. Angin jahat membawa penyakit mulai menghampiri kami berdua malam itu. Suasana hening serta mulai sepinya orang-orang berlalu lalang, membuat kami memutuskan untuk pulang.

Sepanjang jalan, Agni sibuk membayangkan betapa bahagianya ia nanti ketika sampai di sana. Bagaimana ia memiliki hidup yang baru, cerita baru, bahkan ia tak sabar, untuk patah hati pertamanya di sana. 

Aku merasa lega mendengar itu. Terlebih, ketika melihat ia kini mampu tertawa lepas lagi serta menjadi dirinya yang dulu.

***

Sekarang kosanku mulai sepi.
Maksutku, tidak segaduh dulu seperti malam-malam pada biasanya.
Beberapa kali kita sempat bertukar kabar setelah ia sampai. Banyak sekali berita bahagia yang ia bagi ketika sampai di sana.

Senang rasanya menyadari kini ia baik-baik saja.
Mulai melupa akan perihnya luka.
Mulai berani melangkah ke mimpi-mimpi berikutnya ... 

Comments

POPULER OF THIS MONTH