kau Sudah Rapuh Dalam Ingatan
Dua belas februari warsa duapuluh satu.
5 tahun sebelum aku berhasil pulang.
Aku masih di sana.
Masih bergelut dengan waktu, masih sibuk
bertikai dengan purnama demi sebuah pelukan
yang sudah entah kemana.
Sebelum temaram memanjang.
Untuk pertama kalinya aku tidak lagi menunggumu datang. Aku mulai menikmati sepinya dicumbui kerinduan. Aku tidak lagi ingin berangan. Entah karna sudah kebanyakan? atau aku sudah mulai bosan untuk selalu diabaikan. Entah lah. Yang jelas, aku tidak lagi ingin merasakannya.
Dengan sedikit hujan dan juga kaos kaki yang sedikit lembab. Kutinggalkan setengah gelas kenangan di belakang, serta gantungan kunci yang ku titipkan di depan pagar. Aku memilih pulang. Menanggalkan segala harapan, cerita, serta banyaknya doa ceria yang kebanyakan isinya akan angan kita.
Aku memilih pulang petang itu.
Sedari dulu, harusnya aku cepat berkemas setelah kau berlabuh duluan. Sayang sekali aku lambat menyadarinya. Aku memilih terbuai akan kenangan, akan indahnya ditinggalkan tanpa berpamitan. Akan cantiknya sebuah pertemuan kembali, hanya untuk sekedar mengirimkan undangan.
Aku memilih menikmatinya pada masa itu.
Haha.. hina sekali!!!
Butuh berkali-kali meniup lilin untuk menghilangkanmu. Perlu beberapa kali berganti kalender hanya untuk sekedar benar-benar melepaskanmu. Aku akui itu.
Aku tidak menyangkal dulunya kau tertanam begitu dalam. Bahkan aku sendiri harus kehilangan akal demi sesekali melupaimu.
Aku akui, dulunya kau begitu kekar dalam ingatan. Begitu bebal sampai sampai banyak pintu yang kuabaikan.
Tidak lagi untuk sekarang.
Aku terbebas dari segala macam penyesalan.
Aku bebas dari angan yang isinya hanya kita seorang.
Aku bebas, untuk membahagiakan dia yang kini tengah ku semogakan..
Comments
Post a Comment