Bernama Jarak

Hari ini aku kehilangan langkah
Segala doa-doaku terasa patah
Lelah mulai memenuhi kepala
Dan kalimat menyerah? Begitu terdengar amat sangat menggoda.

Secangkir kopi barangkali mampu memberi jeda. Kutinggalkan beban di atas meja, lalu memesan secangkir kopi di warung sebelah. 
Kurangkai kembali sebuah kisah usang tanpa derita. Kubenamkan realita dan mulai menyelami dunia penuh tawa. 

Aku kadang rindu akan masa dimana aku tidak sekalut akhir-akhir ini. Tidak mengenal takut, tidak juga mengenal meninggalkan dan juga ditinggalkan. Aku rindu dimana ketika hanya bermodalkan sarung atau mukena ayah ibuku, aku bisa berpura-pura menjadi ninja atau agen FBI tanpa khawatir ditertawakan semua orang.
Aku rindu dengan masa dimana aku bisa sepercaya diri itu.

Yang lucu adalah ketika aku menyadari bahwa aku begitu berjarak dengan diriku sendiri saat ini. Kemana bocah kecil yang dulunya bisa begitu bahagia hanya dengan beramain sarung dan mukena? Kemana bocah kecil yang dulunya tidak begitu peduli akan anggapan dari orang sekitar?
Kenapa tiba-tiba berganti dengan manusia dewasa ini yang selalu haus akan pujian. Yang selalu saja sibuk mengais validasi dan sibuk menyikut kanan-kiri demi meraih segala ambisi?
 


Comments

POPULER OF THIS MONTH