Banyak Jalan Menuju Roma | Refleksi Diri

Terlalu lama berdiam diri atau terlalu cepat berlari. Orang-orang di sekitarnya sibuk menggurui sepasang kaki yang sedang merencanakan meninggalkan Bumi. Bagi mereka, si kaki pendek itu terlalu banyak bermimpi. Terlalu sibuk menyempurnakan hari sampai-sampai ia jadi lupa diri.
"Bodoh!!!" Caci seorang wanita yang sedari tadi sibuk mengoceh di seberangnya.

Sore itu benar-benar riuh. 
Para pejalan kaki ikut terpancing memaki. 
Seorang pedagang gorengan bahkan ikut-ikutan meneriaki kalimat tanpa arti. 
Lucu sekali rasanya. Untuk mengetahui kenyataan, bahwa saya dianggap buruk oleh orang yang bahkan lebih buruk dari saya. Gumam si kaki pendek dalam hati.
Ia tetap berdiri. 
Tak sedikitpun kakinya gentar apalagi ingin berlari dari keriuhan ini. 
Ia masih sibuk menapakkan jejaknya untuk meninggalkan Bumi. Sejengkal demi sejengkal. Menyisakan jejak penghormatan untuk tahun-tahun berikutnya, setelah ia berhasil meninggalkan Bumi.

Dulu sekali sebelum hari ini. 
Sebelum banyaknya manusia yang menyadari Bumi bukan satu-satunya tempat di semesta ini. Alam semesta bukanlah hal sesederhana yang bisa dibicarakan setiap hari. Bukanlah hal sederhana seperti kita menikmati gravitasi, tanpa perlu tahu bagaimana semua itu bisa terjadi. 
Apa itu Planet Mars? Pluto? 
Bualan pagi yang tidak layak untuk dinikmati! 
Hanya sebuah ambisi, yang hanya dipercaya bagi para pecinta teori konspirasi.

Alih-alih menerima dan mengakui, kebanyakan orang memang enggan untuk menurunkan egonya, untuk sekedar mengapresiasi. Mereka-mereka, para kaum superior, selalu merasa lebih unggul meski kenyataannya tidak. Mereka terlalu sibuk mempercayai suara di kepala sendiri, ketimbang melihat serta mencerna segala kenyataan yang sebenarnya sedang terjadi.
Mereka terlalu percaya diri. 
Dan hal itu yang membuat kebanyakan orang tidak lagi ingin berlari. 

Percaya diri memang bukan lah sebuah dosa. 
Bukan lah sebuah hal buruk yang tidak boleh dibawa kemana-mana. Tapi ketika kita terlalu sibuk mendengarkan suara sendiri dan tidak lagi ingin mendengarkan segala macam opini. 
Dari situ pikiran kita terhenti. 
Dari situ, tanpa kita sadari, kita tidak lagi ingin mencari kesesuaian sebuah pembenaran. 
Jika ada sebuah jawaban 3+7 hasilnya 10? Bagi mereka salah. Bagi mereka untuk mendapatkan hasil 10, ya 5+5. Cuma itu, dan selebihnya salah! 

Banyak dari kita yang masih terjebak dengan hal receh seperti ini. Banyak dari kita, yang masih gengsi untuk mengakui ada cara lain dalam mencari solusi. Dan hal ini yang membuat kebanyakan dari mereka, gagal dalam meredam segala ambisi


Comments

POPULER OF THIS MONTH